SMA dan SMK sebenarnya tidak bisa diperbandingkan
begitu saja. Keduanya memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing.
SMK memiliki keunggulan, lulusannya bisa langsung bekerja tanpa harus
melanjutkan ke perguruan tinggi. Sementara, lulusan SMA mempunyai
keleluasaan memilih jurusan di perguruan tinggi.
DENOK sudah memantapkan pilihan seusai merampungkan
pendidikannya di jenjang Sekolah Menegah Pertama (SMP). Tidak seperti
teman-temannya yang kebanyakan melanjutkan masuk ke Sekolah Menengah
Atas (SMA), remaja kelahiran Tangerang ini sudah berbulat tekad memilih
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). ”Saya mau bekerja dulu. Nanti kalau
sudah punya pengasilan baru berpikir kuliah,” tutur Denok.
Keinginan cepat bekerja itu ia anggap sebagai pilihan
yang realistis. Selain mengikuti saran orangtuanya, dia pun
berkeinginan cepat hidup mandiri, lepas dari beban biaya orangtua.
Meskipun tetap ingin menimba ilmu di perguruan tinggi, tapi keinginan
itu sementara ia tangguhkan.
Denok boleh jadi tidak sendiri berpandangan seperti
itu. Banyak lulusan SMP melakukan hal yang sama. Para remaja itu memilih
SMK dengan harapan bisa cepat mendapatkan pekerjaan sehingga bisa
meringankan beban orangtua. Sebagian di antaranya berpandangan, dengan
bersekolah di SMK ia bisa membuka usaha, meski dalam tataran sederhana.
Pilihan seperti ini tentu tidak mudah dilakukan oleh
lulusan SMA. Mereka yang baru saja menamatkan SMA jika diberi pertanyaan
“apakah kamu mau kuliah?” maka hampir dapat dipastikan sebagian besar
akan menjawab: Pingin kuliah!
Ini berbeda dengan tamatan SMK yang memang sudah
dipersiapkan dan dilatih untuk masuk ke dunia kerja. Secara kasat mata
lulusan SMA akan kalah bersaing dengan lulusan SMK jika ingin langsung
terjun di dunia kerja. Sebagai solusi untuk mengasah dan melatih skill
jika lulusan SMA ingin masuk ke dunia kerja, maka mereka perlu
mempersiapkan diri dengan belajar di lembaga-lembaga keahlian, paling
tidak selama satu tahun.
Annisa, kakak Denok, adalah lulusan SMK Nusantara
Ciputat, Tangerang Selatan, Jurusan Farmasi tahun 2008. Ia kini sudah
mendapatkan pekerjaan di salah satu klinik swasta di Bintaro Jaya
sebagai asisten Apoteker. Dia pun mengaku tidak sendirian. Umumnya teman
seangkatan remaja ini juga sudah berpenghasilan sendiri. ”Rata-rata
(teman) sudah bekerja,” ucapnya.
SMA dan SMK sebenarnya tidak bisa diperbandingkan
begitu saja. Sebab, keduanya memiliki keunggulan dan kelebihan
masing-masing. SMK selama ini dikenal memiliki keunggulan, yaitu
siswanya bisa langsung bekerja tanpa harus melanjutkan ke perguruan
tinggi. Hal itu karena siswa SMK memang dipersiapkan untuk siap kerja
setelah lulus sekolah.
“’Selain dibekali pengetahuan sesuai dengan jurusan,
siswa SMK melakukan lebih banyak praktik ketimbang siswa SMA. Otomatis
pengetahuan siswa SMK mengenai pekerjaan lapangan lebih luas ketimbang
siswa SMA,” ujar Direktur Pembinaan SMK Departemen Pendidikan Nasional,
Dr. Joko Sutrisno.
Program pembelajaran di SMK, kata Joko, memang lebih
menekankan pada pembekalan praktik jauh lebih banyak dibandingkan
pembelajaran teori. Dengan program seperti ini, maka anak didik lebih
terarah pada persiapan teknis menuju penguasaan teknologi terpakai di
dalam kehidupan. ”Penguasaan teknologi inilah yang memungkinkan bagi
anak didik untuk dapat mengembangkan diri secara maksimal,” ujarnya.
SMK melaksanakan proses pembelajaran dengan tiga
aspek pembelajaran, yaitu aspek normatif, aspek adaptif, dan produktif
yang secara jelas merupakan satu bentuk pertanggungjawaban sekolah
terhadap upaya peningkatan kualitas anak didik. ”Anak didik telah
mengikuti proses pembelajaran secara utuh dan tentu saja keterampilan
merupakan modal paling utama bagi kehidupan masa depan mereka,” jelas
Joko.
Meski disiapkan untuk memasuki dunia kerja, kata
Joko, bukan berarti bahwa lulusan SMK tidak bisa melanjutkan ke
perguruan tinggi. Pasalnya, dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru
(SPMB), siswa SMK dan SMA memiliki kesempatan sama. ”Hanya saja, dalam
SPMB, siswa SMK harus memilih jurusan yang sesuai dengan jurusannya di
SMK. Sedangkan, lulusan SMA dapat memilih jurusan di perguruan tinggi
sesuai dengan minat dan kemampuan mereka,” jelasnya.
Lebih jauh Joko menyatakan, dengan menekankan pada
kompetensi, komunikasi, dan komputer, mutu SMK dapat ditingkatkan dan
menjadi sekolah warga dunia. ”Kita harus meningkatkan mutu sumber daya
manusia kita secara sistematis dan terukur, bila kita tidak mau
tertinggal dengan negara-negara lain,” tegasnya.
Tak hanya itu, kata Joko, pihaknya juga telah meluncurkan situs resmi Data Pokok SMK dengan alamat http://datapokok.ditpsmk.net.
Situs ini dibangun dengan tujuan mempermudah stakeholder dan masyarakat
yang berkepentingan untuk mengakses data SMK dari mana pun. ”Selain
memberikan kemudahan dalam pencarian profil SMK yang diinginkan,
tersedia fasilitas evaluasi data guna mengetahui status perolehan data
per propinsi, per kabupaten/kota setiap tahun ajaran,” jelasnya.
Kepala Subdinas Pendidikan Menengah Tinggi (Kasubdis
Dikmenti) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar), Syarif
Hidayat, menambahkan, tidak benar jika dibanding dengan SMA, maka SMK
seolah menjadi nomor dua setelah SMA. Menurut dia, SMK ataupun SMA sama
bahkan SMK pun tidak kalah kualitasnya dengan SMA. ”Kesan itu muncul
dari kalangan masyarakat saja dan kita perlu menghilangkan kesan
tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, Syarif mengungkapkan, pihaknya akan terus
melakukan berbagai terobosan untuk memancing minat siswa agar bersekolah
di SMK dan menjadikan SMK sebagai pilihan yang juga patut
diperhitungkan. ”Sekarang kita pacu agar SMK menjadi nomor satu dan
tidak kalah dari sekolah lain seperti SMA. Bahkan pemerintah saat ini
terus mengembangkan supaya SMK dapat lebih banyak lagi,” jelasnya.
Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan minat
siswa, kata Syarif, adalah dengan dibebaskannya SMK membuka program
kejuruan yang diperkirakan mampu meningkatkan minat siswa dan akan
menyerap siswa lulusan SMP. ”Sekarang SMK boleh buka program kejuruan
baru yang kiranya mampu menarik minat siswa,” katanya.
Tetapi, menurut Syarif, kebebasan ini juga tidak
dilakukan sembarangan. Sekolah terlebih dahulu melihat fasilitas yang
ada dan tersedia. Peningkatan minat itu terutama untuk jurusan favorit,
seperti teknik komputer, teknik otomotif, teknik elektronika, teknik
listrik, dan teknik informatika.
Hampir senada dengan Jawa Barat, Pemprov DKI Jakarta
juga memfokuskan pendidikan dan pelatihan di SMK. Kebijakan ini untuk
menekan angka pengangguran. Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi
DKI Jakarta, Margani M Mustar, mengatakan, sejumlah kebijakan akan
dilakukan pada 2008 untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan
lulusan SMK.
Kebijakan itu antara lain menambah jumlah SMK serta meningkatkan sarana belajar di sekolah kejuruan tersebut. ”Kebijakan ini dimaksudkan untuk memudahkan lulusan SMK mendapatkan pekerjaan sehingga otomatis mampu mengurangi jumlah pengangguran di Ibu Kota,” ujarnya.
Kebijakan itu antara lain menambah jumlah SMK serta meningkatkan sarana belajar di sekolah kejuruan tersebut. ”Kebijakan ini dimaksudkan untuk memudahkan lulusan SMK mendapatkan pekerjaan sehingga otomatis mampu mengurangi jumlah pengangguran di Ibu Kota,” ujarnya.
Guna menyerap calon siswa untuk masuk di SMK,
khususnya dari kalangan keluarga miskin (gakin), Margani menuturkan
pihaknya memberikan beasiswa. Siswa penerima beasiswa didorong setiap
tahun mengalami pertambahan. ”Pada 2007 penerima beasiswa dari komponen
siswa SMK berjumlah 23 ribu siswa. Tahun ini akan kita tingkatkan
jumlahnya,” ujar Margani.
Selain di wilayah Jakarta yang komposisi gedung SMK dengan gedung SMA mencapai 60:40 persen, Dikmenti mendorong pembangunan gedung SMK akan terus ditambah. Persentase tersebut lebih tinggi dibanding yang sudah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional.
Peningkatan calon siswa yang masuk ke SMK dari tahun ke tahun
belakangan ini dibenarkan oleh Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Suyanto.
Kecenderungan tersebut, menurut dia, seiring dengan kebijakan
pemerintah yang memfokuskan penambahan SMK pada jenjang pendidikan
menengah atas.Selain di wilayah Jakarta yang komposisi gedung SMK dengan gedung SMA mencapai 60:40 persen, Dikmenti mendorong pembangunan gedung SMK akan terus ditambah. Persentase tersebut lebih tinggi dibanding yang sudah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional.
Pak Suyanto memang tidak menjelaskan alasan para calon siswa itu memilih masuk SMK. Tapi, Denok dan banyak calon siswa lainnya sudah menyatakan harapannya, dengan menimba ilmu di sekolah menengah kejuruan, mereka akan mudah mendapatkan pekerjaan. Annisa yang lulus dari jurusan Farmasi di SMK Nusantara Ciputat Tangerang, sudah membuktikannya. Kalian berminat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar